Senin, 29 Agustus 2011

Gaya Bahasa

Gaya bahasa tidak saja ada di dalam puisi. Di dalam cerpen dan novel pun, gaya bahasa sering digunakan untuk meningkatkan efek keindahan, menekankan nilai rasa, mengekspresikan perasaan pengarang, dan lain-lain. Gaya bahasa itu banyak sekali ragamnya. Berdasarkan langsung-tidaknya makna, gaya bahasa terbagi menjadi dua macam, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan (majas).

Gaya Bahasa Retoris

Gaya bahasa retoris adalah gaya penggunaan bahasa untuk menyatakan sesuatu sebagaimana pada makna denotatifnya (makna yang sebenarnya). Jadi, jika sesuatu yang dimaksud pengarang masih mengacu pada makna kata yang sebenarnya, maka penggunaan bahasa tersebut dikategorikan gaya bahasa retoris. Gaya bahasa retoris itu sebenarnya banyak macamnya, tapi untuk sementara ini hanya dibahas beberapa saja, yaitu aliterasi, asonansi, repetisi, inversi/anastrof, hiperbola, dan elipsis sebagaimana berikut ini (kalau ingin tahu lebih banyak lagi, silakan kirim pertanyaan Anda ke email: ws.andik@gmail.com).
(1)   Aliterasi adalah gaya penggunaan bahasa yang berwujud pengulangan bunyi konsonan dalam sebuah larik atau baris kalimat. Aliterasi disebut juga rima horizontal. Contoh:
     Takut titik-titik tinta tumpah
     Keras-keras kerak
(2)   Asonansi adalah gaya penggunaan bahasa yang berwujud pengulangan bunyi vokal dalam sebuah larik atau baris kalimat. Asonansi juga disebut rima horizontal. Contoh:
     Muka penuh luka siapa dia
     Malu aku lukaku kaku beku seperti batu
(3)   Repetisi adalah gaya penggunaan bahasa yang berwujud pengulangan kata dalam sebuah larik atau baris kalimat. Repetisi bisa berupa rima horizontal, bisa pula rima vertikal. Contoh:
     Dengan batu ini, dengan kayu ini, dengan melati di hatiku, aku datang padamu.
     Pergilah bersama angin malam, bersama berita duka, bersama luka sukma di hatimu.
(4)   Inversi/anastrof adalah gaya penggunaan bahasa yang berwujud penempatan predikat di depan subjek. Contoh:
     Berdiri aku di pinggir pantai
     Senang aku kau datang
     Menari aku di sini
(5)   Hiperbola adalah gaya penggunaan bahasa yang berwujud pernyataan yang terlalu dibesar-besarkan sehingga terasa bombastis. Hiperbola merupakan kebalikan dari litotes. Contoh:
     Jerit tangisnya melengking mengejutkan seisi kampung
     Dari kepalanya darah mengalir menganak sungai membanjiri tanah kering itu
(6)   Litotes  adalah gaya penggunaan bahasa yang berwujud pernyataan atau perkataan yang dikecil-kecilkan  atau direndah-rendahkan dengan maksud untuk merendahkan diri atau agar tidak terlalu tampak kelebihannya. Litotes merupakan kebalikan dari hiperbola. Contoh:
     Kalau ada waktu, singgahlah ke gubuk kami (= rumah)
     Ir. BJ Habibie sama sekali bukanlah orang bodoh (= pandai, cerdas, atau jenius)
(7)   Eufemisme adalah gaya penggunaan bahasa yang menggunakan perkataan atau pernyataan atau kata-kata yang dirasa lebih halus dan lebih sopan, untuk menyatakan suatu perkataan yang terasa kasar, tidak sopan, atau tidak menyenangkan. Contoh:
     Ayahnya sudah berpulang ke rahmatullah satu tahun yang lalu (= ayahnya sudah mati)
     Sejak pulang dari Malaysia, pikirannya menjadi tidak sehat (= gila)
     Anak Anda masih kurang pengetahuan (= bodoh)
(8)   Elipsis adalah gaya penggunaan bahasa yang berwujud penghilangan atau pelesapan kata dalam satu larik atau baris kalimat. Gaya bahasa ini paling sering digunakan di dalam puisi agar padat kata. Contoh:
     Ini barisan tak bergenderang berpalu ® Ini barisan tak bergenderang dan tak berpalu
     Kepercayaan tanda menyerbu ® Kepercayaan merupakan tanda menyerbu

Gaya Bahasa Kiasan (Majas)

Gaya bahasa kiasan disebut juga majas atau gaya bahasa figuratif. Gaya bahasa kiasan adalah gaya penggunaan bahasa yang menyatakan sesuatu dengan menggunakan kata-kata atau ungkapan-ungkapan simbolis. Kata atau ungkapan simbolik adalah kata atau ungkapan yang mempunyai makna bukan sebenarnya. Jadi, jika suatu kata atau ungkapan memiliki lain, tidak bermakna sama dengan kata yang ditulisnya tersebut, maka kata atau ungkapan itu dikategorikan sebagai majas atau gaya bahasa kiasan. Ada bermacam-macam majas, tetapi untuk saat ini hanya dibahas beberapa saja, yaitu personifikasi, simile/persamaan, metafora, dan antifrasis sebagaimana berikut ini.
(1)   Personifikasi adalah gaya penggunaan bahasa yang mengorangkan suatu benda atau tumbuhan untuk mengkiaskan keadaan benda atau tumbuhan tersebut. Contoh:
     Ketika matahari mulai pulas dalam tidurnya, kami tiba di tempat itu.
     Tampak dari kejauhan, nyiur melambai-lambai.
     Meja kursi termenung berduaan dalam kamar itu.
(2)   Simile atau persamaan adalah gaya penggunaan bahasa yang menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, untuk mengkiaskan sesuatu yang disamakan tersebut, dengan menggunakan kata tugas perbandingan, antara lain: seperti, laksana, bagai, bagaikan, sebagai, bak, dsb. Jadi, ciri khas simile adalah penggunaan kata-kata tugas perbandingan. Contoh:
     Mulutnya seperti pisau bermata dua
     Tutur katamu laksana bau bangkai
     Wajahmu bagai rembulan di tengah bulan
(3)   Metafora hampir sama dengan simile, tapi bedanya, metafora tidak menggunakan kata tugas perbandingan. Jadi, metafora merupakan gaya penggunaan bahasa yang menyimbolkan atau menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain secara langsung, tanpa menggunakan kata tugas perbandingan, untuk mengkiaskan sesuatu yang disimbolkan atau disamakan tersebut. Contoh:
     Dewi malam mulai tampak (= rembulan)
     Raja siang mulai tenggelam (= matahari)
     Si jago merah telah membumihanguskan seluruh isi pasar (= api)
Metafora bisa berupa benda, hewan, tumbuhan, atau apa saja yang sengaja digunakan untuk menyimbolkan sesuatu atau memberikan persamaan terhadap sesuatu. Metafora yang seperti itu biasanya tidak bisa diartikan sebelum kita mengetahui konteksnya. Artinya, metafora yang seperti itu hanya akan bisa diartikan setelah kita memahami isi teks secara keseluruhan. Majas metafora ini lebih sering digunakan dalam puisi, tidak dalam cerpen atau novel.
     Contoh 1:
Sampai saat tanah moyangku
tersentuh sebuah rencana dari serakahnya kota
Terlihat murung wajah pribumi
terdengar langkah hewan bernyanyi
(Dikutip dari Ujung Aspal Pondok Gede karya Iwan Fals)
ð Pembahasan contoh 1: “Hewan bernyanyi” merupakan metafora karena “hewan” tersebut sesungguhnya bukan hewan, tetapi orang. Orang tersebut disebut sebagai “hewan” karena orang tersebut memiliki sifat yang serakah, egois, dan tidak peduli pada kesengsaraan atau kerugian orang lain. Jadi, ungkapan “hewan bernyanyi” itu bermakna orang-orang yang serakah, egois, dan tidak memiliki perasaan itu sedang bergembira menikmati keberhasilannya.
     Contoh 2:
Kisah usang tikus-tikus kantor yang suka berenang di sungai yang kotor.
Kisah usang tikus-tikus berdasi yang suka ingkar janji lalu sembunyi
di balik meja teman sekerja, di dalam lemari dari baja.
Kucing datang, cepat ganti muka, segera menjelma bagai tak tercela
Masa bodoh hilang harga diri. Asal tak terbukti, ah, tentu sikat lagi.
Tikus-tikus tak kenal kenyang, rakus-rakus bukan kepalang
Otak tikus memang bukan otak udang. Kucing datang, tikus menghilang.
Kucing-kucing yang kerjanya molor tak ingat tikus kantor datang meneror
Cerdik licik tikus bertingkah tengik, mungkin karena sang kucing pura-pura mendelik
Tikus tahu sang kucing lapar. Kasih roti, jalan pun lancar.
Memang sial, sang tikus teramat pintar atau mungkin si kucing yang kurang ditatar.
(Dikutip dari “Tikus” karya Iwan Fals)
ð Pembahasan contoh 2: “Tikus-tikus” merupakan metafora yang artinya adalah orang-orang yang serakah, licik, dan suka korupsi. “Kucing-kucing” juga merupakan metafora yang artinya adalah para penegak hukum, bisa polisi, jaksa, hakim, dan lain-lain. “Roti” juga metafora yang artinya adalah uang suap.
(4)   Antifrasis adalah gaya penggunaan bahasa yang menyatakan sesuatu dengan mengatakan kebalikannya. Antifrasis ini bisa berupa sarkasme dan atau ironi. Apabila sebuah antifrasis bermakna mengolok-olok, maka disebut ironi. Apabila antifrasis ini berupa perkataan yang kasar, maka disebut sarkasme. Antifrasis bisa pula berbentuk ironi yang sarkasme apabila sebuah antifrasis memiliki makna mengolok-olok dan berupa perkataan yang kasar. Contoh:
    Penampilan timnas kita malam ini benar-benar hebat (kenyataannya: timnas kalah 1-7 melawan AC Milan)
    Kau memang anak terpandai di kelas ini (kenyataannya: paling bodoh)

Daftar Pustaka

Abdul Rozak Zaidan, Anita K. Rustapa, & Hani’ah. 1991. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Gorys Keraf. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa (Komposisi Lanjutan I). Cetakan ke-15. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Henry Guntur Tarigan. 1990. Pengajaran Semantik. Cetakan ke-10. Bandung: Penerbit Angkasa.
Panuti Sudjiman. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Rachmat Djoko Pradopo. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Suwandi & Mashari. 1983. Kesusastraan Indonesia. Cetakan ke-3. Surabaya: Penerbit CV Warga.
Wahyudi Siswanto. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Penerbit PT Grasindo.
Zainuddin Fananie. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Thanks bos...ajiibbb

ANDIK WS mengatakan...

Oke sob.. sama-sama